Tanpa Pamrih

Tanpa Pamrih

Akhirnya aku tahu bagaimana itu mencintai tanpa memiliki. Mungkin terdengar munafik, tapi beberapa alasan menguatkan perlawanan itu. Ternyata memang akan ada saatnya, ketika dua insan disatukan hatinya tapi bukan dengan sebuah hubungan. Mereka masih terlepas, masih bebas. Hanya boleh percaya, sabar, diam, merelakan, menunggu, dan ikhlas.
Akan ada masanya, saat aku benar-benar mencintai tanpa alasan, aku akan sabar menunggu meski terkadang penantianku tidak terbalaskan. Akan ada masanya, saat aku benar-benar ingin memilikinya dengan utuh, hingga aku memberikan semua waktu dan perasaanku, memberikan semua perhatian milikku, tapi tidak akan merubah apapun. Hanya semakin meluarbiasakan perasaanmu.
Akan ada masanya, saat aku merindukan senyumnya dan segala aspek yang ada pada dirinya, tapi semesta belum mengijinkan aku berjumpa. Bahkan hanya sekedar bertegur sapa, atau setidaknya dua pasang mata saling menemukan apa yang dicari sebelumnya. Hingga jantungku mulai terbiasa dengan bayangan-bayangan semu tentang dia. Siang malam aku bahagia, dengan bayangannya. Tidak nyata. Belum. Dia belum nyata.
Akan ada masanya, saat aku ingin membicarakan seluruh isi dunia bersamanya. Bukan karena aku peduli pada dunia dan hidupmu,  hanya ingin memperlama waktu berbincang dengannya. Sebisaku aku akaan menghilangkan titik dari percakapan itu. Meski akan ada perbedaan pendapat, meski akan ada kesal dan amarah, apapun isi pesannya, aku masih akan tetap tersenyum membacanya.
Akan ada masanya, aku mulai mencari  tahu lagi apapun tentangnya, bagaimana perilakunya, bagaimana selera humornya, apa yang dia suka dan apa yang tidak dia suka. Tapi terlepas dari itu semua, aku akan tetap memilih menyukainya. Tanpa mengapa dan bagaimana bisa. Aku hanya berpikir aku menyukainya. Aku ingin menjadi baik untuk masa depannya, aku ingin dia pun baik untuk masa depanku. Hingga secara tidak sadar, aku mulai menyematkan sebuah nama lengkap dan jelas, dalam setiap doaku, sebelum aamiin ku.
Akan ada masanya, semua yang dia lakukan mempesonakan aku. Membuat bibirku mulai terbiasa terangkat hingga saat aku mulai menemui sebuah cermin. aku mulai berpikir aku sedang mencintai seseorang dengan gilanya.
Kemudian setelah semua perasaanku memuncak, pikiran-pikiran lain akan datang.

Kapan kita  seperti dulu lagi ?
Aku sudah nyaman dengan apa adanya kita.
Aku ingin ada ‘selamat malam sayang’ antara kita berdua.
Aku ingin membayangkan masa depan berdua.
...
Tidak. Kita tidak perlu menjadi sebuah pasangan. Begini saja seterusnya.
Begini saja aku sudah sangat bahagia.
...
Menjadi pacar hanya akan menjadikan ini serius.
Menimbulkan rasa cemburu, amarah, hingga mengabaikan dengan biasa dan sengaja.
Kita hanya perlu saling memperbaiki diri, menulis garis batas kecil, tipis, tapi tetap mendoakan dan mencintai.
Jika kita berjodoh, semesta akan terus menyatukan kita, tidak peduli apapun.
Jika tidak, setidaknya kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik untuk jodoh masing-masing karena sebelumnya aku sudah belajar banyak bersama kamu.
Aku mulai mengerti, rindu tidak akan hadir tanpa jarak. Jadi aku sudah menemukan jawaban dari mengapa semesta memberi jarak di tengah kita.
Dan ketika rindu itu datang, aku hanya perlu menjadi semakin dekat dengan Tuhanku. Agar aku semakin didekatkan dengan kebaikan-kebaikan. Jika kamu termasuk kebaikanku, kita akan menyatu.
Rindu itu manis, aku hanya perlu membayarnya dengan doa.
“Semoga kamu baik-baik saja, semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya, semoga kamu pun merindukanku. Kemudian membayar rindumu dengan doa; sepertiku.”
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana akhir cerita kita berdua.
Pemeran utama yang awalnya sengsara, kemudian memecahkan masalah bersama dan bahagia bersama selama-lamanya. Hampir selalu begitu di semua cerita.
Apa kita akan menjadi seperti itu? Apa cerita kita akan menjadi cerita biasa?
Aku selalu bertanya-tanya, bagaimana raut wajahku saat nanti cerita kita menemui tamat. Tersenyumkah aku? Marahkah? Atau sedihkah aku?
Kita, tidak pernah tahu apa yang ditulis semesta tentang kita.
Tapi untuk saat ini, aku hanya perlu bahagia, percaya, dan menjaga.
Semoga semesta merestui perasaan kita berdua.
Semuanya akan keluar dengan sendirinya. Aku akan mulai dewasa dengan perasaanku. Aku akan sadar bagaimana caraku menyelesaikan pertengkaran antara otak dan hatiku dalam satu waktu. aku akan menerimanya. Sesibuk apapun dia, semarah apapun dia, aku hanya akan menanti. aku hanya akan berdoa karena aku rindu dia. aku hanya berfikir dengan tenang dan dingin saat ada masalah.
Karena setelah semua beban di masa lalu, akhirnya aku diberi pundak dan hati yang kuat. Tidak akan lagi marah ketika dia tiba-tiba tidak ada kabar. Tidak akan menangis saat rindu. Tidak akan menuntut apapun karena aku sudah bisa menerima. aku akan bahagia. Bagaimana pun caranya, apapun halangan yang akan aku hadapi, aku akan bahagia.
Jangan jadikan perasaanku sebagai beban untuk dirimu sendiri. Cinta itu percaya. Membiarkan tanpa melepaskan. Semua tak perlu alasan untuk sebuah prasangka. Baik ataupun buruk, itu semua tergantung padaku. Prasangka baik akan menenangkanku, prasangka buruk akan membuatku marah dan menangis.
Karena sekarang yang harus aku tau, aku adalah satu-satunya yang memberi sedih atau bahagia pada hatiku, bukan orang lain.  Aku akan menang jika aku mengerti.
Ketika aku marah, cemburu, tidak suka, benci, aku menyakiti hatiku sendiri. aku yang membuat air mataku menetes sendiri. aku kalah. Tapi ketika aku tenang, dingin, percaya, berfikir semua akan baik-baik saja, aku akan mengangkat bebanku dengan senang dan aku menang.
Mencintai tanpa memiliki itu sesuatu yang seperti ini. Semua harus aku lakukan dengan porsi lebih banyak. Karena tidak ada ikatan antara kita berdua. Karena itulah, perasaan-perasaan seperti “Apa dia juga mendekati laki-laki lain? Apa bukan hanya aku? Apa dia sudah bosan? Apa dari awal dia tidak pernah tertarik padaku?” akan muncul dengan sendirinya. Dan, aku harus menjadi laki-laki kuat yang seharusnya. Melawan prasangka itu dengan baik.

Mungkin mencintai tanpa memiliki itu seperti perjuangan tanpa pamrih. Tanpa harus ingin dicintai, aku sudah mencintai lebih dari sewajarnya. Tidak peduli bagaimana dia padaku, apa dan bagaimana bahagianya, dia tetap menjadi bahagiaku selamanya.

Comments

Popular posts from this blog

Hati yang Berlabuh

SEMOGA IBU BAHAGIA DI SURGA

Mundur Seribu Langkah